Desa Tenganan adalah sebuah desa tua yang ada di Bali dan merupakan penduduk Bali Asli dan dikenal dengan desa Bali Aga, sudah ada sebelum invansi Majapahit tidak banyak mendapatkan pengaruh luar termasuk juga budayanya yang unik, seperti tradisi Mekare-kare atau perang pandan dan juga hasil karya tenun tradisional Kain Gringsing. Untuk itulah desa Tenganan ini menjadi salah satu objek wisata di Bali. Setiap harinya selalu saja ada wisatawan berkunjung ke desa ini, walaupun sementara masih didominasi turis asing, namun pada saat liburan hari raya banyak wisatawan nusantara berkunjung ke sini, tentunya mereka merasa penasaran ingin mengenal fisik serta suasana desa Tenganan secara langsung, termasuk juga ingin mengenal proses kain tenun Gringsing yang cukup tersohor.
Dalam proses pembuatan Kain tenun Gringsing ini dari awal sampai akhir menggunakan tangan, tidak sedikitpun menggunakan mesin baik itu mulai dari proses pembuatan benang bahan tenun dan sampai menjadi selembar kain jadi, terkadang butuh waktu sampai 5 tahun, sehingga harganyapun tergolong mahal. Penenunan kain Gringsing di Tenganan merupakan teknik menenun dobel ikat satu-satunya di Indonesia, bahkan di dunia hanya ada 3 tempat teknik tenun dobel ikat ini yaitu di India, Jepang dan Indonesia. Cukup menarik bukan, jadi jangan dilewatkan begitu saja, jika anda kebetulan mengagendakan trip ke Bali cobalah sisihkan waktu anda untuk mengunjungi desa tua ini, anda akan menemukan sisi lain dari kehidupan masyarakat Bali.
Kain Gringsing Tenganan – warisan kuno Bali Aga
Bali memiliki berbagai warisan budaya kuno dan masih bertahan lestari sampai saat ini, salah satunya seperti yang kita bisa jumpai di desa Tenganan ini, kain Gringsing in tidak hanya menjadi komoditi warga lokal Bali Aga, tetapi juga cukup diminati oleh warga asing dan bahkan sampai diekspor ke luar negeri. Kain Gringsing ini tergolong langka, dalam proses pengerjaannya sangat rumit dan hasilnyapun bermutu tinggi, berkualitas diburu juga oleh para kolektor dunia, walaupun harga perlembarnya bisa mencapai ratusan juta, ini tidak mengurungkan niat mereka untuk memiliki hasil karya tenun tradisional yang bernilai ekonomis tinggi ini.
Kain tenun Gringsing memang lebih terkenal di kalangan wisatawan asing ketimbang wisatawan nusantara, terbukti dengan kunjungan ke desa ini lebih didominasi turis asing, namun sekarang sudah banyak juga wisatawan domestik yang mulai tertarik untuk menikmati kerajinan langka tersebut, bahkan ada beberapa pengoleksi kain Gringsing juga dari Indonesia. Untuk lebih mengenalkan objek wisata Tenganan dan produksi tekstil kain Gringsing peran pemerintah sangat penting dalam mempromosikan hasil karya anak bangsa ini, termasuk juga peran penting agen perjalanan dan guide untuk mengenalkan kepada wisatawan.
Proses pembuatan kain tenun dobel ikat seperti kain Gringsing ini, bisa memakan waktu 2 – 5 tahun, menggunakan bahan-bahan alami dari alam termasuk juga dalam pewarnaan. Dalam proses tenun mungkin hanya butuh waktu sekitar 2 bulan tetapi proses pembuatan motif dobel ikatnya butuh waktu lama, sehingga tidak mengherankan harga kain tersebut bisa menyentuh angka sampai ratusan juta rupiah. Hasil kerajinan khas daerah asal Tenganan ini memang ikonik sehingga menjadikannya memiliki ciri khas tersendiri, kalau anda berminat untuk mengenal alat tenun mulai proses pemintalan benang, pembuatan warna dari tumbuhan dan pembuatan motif, maka sebaiknya anda mengagendakan wisata tour anda ke desa Tenganan.
Jika anda pecinta wisata budaya, maka hasil karya warisan budaya kuno Bali Aga ini, memang angat menarik untuk anda ketahui. Semua proses pembuatan dengan tangan menggunakan alat-alat konvensional. Mulai dari proses pemintalan benang menggunakan alat pintal tradisional, bahan benang sendiri dari kapuk berbiji satu dan itupun hanya bisa ditemukan di Nusa Penida, setelah menjadi benang sebelum proses selanjutnya benang kemudian direndam dengan minyak kemiri, perendaman tersebut minimal 40 hari dan paling lama sampai 1 tahun, dan itupun air rendaman harus diganti berselang 25-49 hari sekali.
Perendaman dimaksud untuk membuat benang lebih kuat dan lembut, semakin lama rendaman maka hasilnya akan semakin baik. Untuk buah kemiri sendiri bisa didapatkan langsung di desa Tenganan, buah kemiri yang digunakan adalah yang benar-benar sudah matang serta sudah terjatuh dari pohonnya, pohon kemiri menjadi salah satu pohon dilindungi oleh awig-awig (aturan) desa, dimanapun tumbuh tidak boleh dipanen sendiri dan dibiarkan matang sampai jatuh sendiri, sehingga nantinya bisa dengan mudah untuk mendapatkan kemiri berkualitas baik. Setelah selesai mengalami proses perendaman benang dipintal menjadi sehelai kain dengan panjang (sisi pakan) dan lebar (sisi lungsi).
Setelah selesai dan menjadi selembar kain, maka kain tersebut akan diikat sesuai pola yang ditentukan, kemudian dilakukan proses pencelupan warna sehingga membentuk motif dan warna yang sesuai. Penataan benang, proses pengikatan dan pencelupan warna kain dilakukan pada kedua sisi yaitu sisi panjang dan lebar dikenal dengan teknik dobel ikat. Ketrampilan, kesabaran dan ketelitian sangat diperlukan, sehingga warna-warna pada setiap sisi menghasilkan motif sesuai dan tampil jelas dan tegas. Pewarna yang digunakan dari bahan alami seperti kelopak pohon kepundung putih, akar mengkudu, minyak buah kemiri, pohon taum dan abu kayu, sehingga menghasilkan tiga warna berbeda (tri datu) kemudian dikombinasikan dalam pewarnaan kain Gringsing tersebut.
Kain Geringsing digunakan oleh warga Tenganan saat ada upacara keagamaan seperti pernikahan, upacara potong gigi, upacara Sasih Sambah dan berbagai upacara lainnya, semakin bagus kualitas kain maka harga lebih mahal serta status sosial pemakainya juga meningkat. Penamaan dari kain tersebut dari kata gring artinya sakit dan sing artinya tidak, kalau dua kata tersebut digabungkan menjadi tidak sakit, maksud yang terkandung dari nama gringsing adalah penolak bala. Berdasarkan mitos kain tenun ini berawal dari Dewi Indra yang mengajarkan para wanita menenun, Dewa mengagumi keindahan malam hari dan memaparkan keindahan tersebut dalam hasil tenun seperti keindahan bulan, bintang, suasana langit. Sehingga hasil tenun berwarna gelap dan digunakan dalam setiap ritual keagamaan yang memiliki kekuatan magis untuk menolak bala dan menangkal pengaruh negatif.
Kain Tenun Gringsing dan hak eksklusif Indikasi Geografis
Kain Tenun Gringsing merupakan produk tekstil rumahan namun tergolong langka, untuk itulah perlu pengakuan hukum dan hak eksklusif yang melindungi keberadaan kain tenun tersebut. Seperti dikutip dari detik.com, pemerintah melalui Ditjen Kekayaan Intelektual (KI) memberikan hak eksklusif Indikasi Geografis (IG) untuk kain Tenun Gringsing, hak ekslusif tersebut untuk Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Tenganan. Dengan hak tersebut warga setempat bisa menuntut hukum pidana bagi mereka yang mengaku menjual produk tekstil kain Gringsing bukan hasil tenun dari desa Tenganan.
Leave a Reply