Bukan hanya objek wisata menarik saja yang bisa anda nikmati saat liburan ke pulau Dewata Bali, tetapi juga suguhan budaya masyarakat setempat menjadi hal menarik untuk anda nikmati, terkesan indah, damai dan unik.
Seperti halnya jika saat anda menyaksikan sejumlah ritual upacara adat tradisional di Bali, semua masyarakat yang ikut berbaur dalam upacara tersebut secara serempak.
Pada saat upacara adat tersebut berlangsung, warga menggunakan pakaian adat tradisional Bali, dan pakaian yang dikenakan tergantung upacara tersebut, misalkan ada berpakaian adat dengan seragam warna putih, biasanya saat ada ritual adat keagamaan di pura dan terkadang warna hitam yang berhubungan dengan upacara adat ngaben.
baca juga; tempat wisata tradisional di pulau Dewata Bali >>>>
Upacara adat tradisional Bali, menjadi salah satu bagian budaya dan tradisi dari kehidupan masyarakat yang berhubungan juga dengan kegiatan agama Hindu, tentu ini menjadi perhatian yang cukup menarik bagi wisatawan selain bisa menyaksikan dari dekat budaya dan kearifan lokal.
Sehingga liburan atau wisata ke Bali tidak hanya berkunjung ke tempat rekreasi alam atau objek wisata wisata cantik saja, namun banyak hal unik dan indah yang akan memberikan pengalaman liburan di pulau Dewata Bali.
Upacara adat tradisional di Bali memang sangat berkaitan dengan kehidupan beragama masyarakat setempat, yang sangat berkaitan dengan kegiatan upacara keagamaan atau persembahan kepada Ida Sang Hyang Widi (Tuhan) terutama di hari-hari yang dianggap suci oleh umat Hindu.
Ada sejumlah upacara adat tradisional yang berkaitan dengan persembahan kepada Sang Pitara (leluhur atau orang yang telah meninggal), upacara kepada Manusia, Bhuta Kala dan alam.
baca juga; hari suci bagi umat Hindu di Bali >>>>
Beberapa tempat di pulau Dewata Bali, upacara adat tersebut dilakukan karena adat dan tradisi yang sudah diwariskan oleh nenek moyang atau leluhur warga setempat.
Dengan adanya warisan budaya dan tradisi tersebut membuat sejumlah tempat memiliki upacara adat tradisional berbeda yang tidak bisa anda temukan di tempat lainnya di Bali.
Daftar Upacara adat tradisional khas di pulau Bali
Walaupun pada sejumlah tempat di Bali terkadang memiliki tradisi dan pelaksanaan upacara adat sendiri, secara umum Bali memiliki upacara adat yang digelar dan dilaksanakan oleh hampir masyarakat Bali terutama yang beragama Hindu.
Dalam tata cara pelaksanaan upacara adat tersebut tetap mengacu pada tempat (desa) ritual tersebut berlangsung, waktu, kemudian keadaan ataupun situasi upacara tersebut dilangsungkan.
Misalnya jika warga yang ekonomi kurang mampu, ritual adat ini bisa dilakukan dalam tingkatan kecil yang tidak mengurangi dari makna upacara adat tersebut. Jadi tata cara kegiatan upacara adat di Bali tersebut sangat fleksibel.
Berikut adalah daftar ritual upacara adat khas di Bali, yang merupakan rangkaian upacara tradisional yang hampir diikuti dan dilaksanakan oleh warga Hindu Bali;
1. Upacara Ngaben
Upacara adat tradisional di Bali ini dilakukan untuk orang yang meninggal, setelah meninggal jasad orang tersebut akan dibakar kemudian abunya dihanyutkan ke laut. Dalam prosesinya, tata caranya terkadang berbeda, tergantung dresta atau adat di desa setempat.
Seperti misalnya, tubuh orang meninggal bisa saja dikubur terlebih dahulu, kemudian menunggu waktu baik dan tersedia dana baru tulang belulangnya digali dan dibakar. Ada juga hanya mengambil tanah saja di atas kuburan orang meninggal hanya sebagai simbul jasad tersebut.
Bahkan yang unik adalah di deas Trunyan disini jasad orang meninggal tidak dibakar, hanya diletakkan di bawah taru (pohon) Menyan dan tanpa dikubur. Tujuan Ngaben tersebut mengembalikan unsur Panca Mahabhuta ke asalnya dan mengantarkan sang atma untuk kembali ke alamnya yakni alam Pitara.
2. Hari Raya Nyepi
Hari Raya Nyepi ini dikenal sebagai hari raya tahun baru Bali berdasarkan penanggalan tahun Isaka yang biasanya jatuh pada bulan Maret-April bulan Masehi.
Upacara penyambutan tahun Baru ini tergolong unik, sesuai namanya Nyepi semua aktifitas warga tutup tidak ada boleh aktifitas sama sekali, tidak boleh bikin gaduh, bepergian ke luar rumah dan menyalakan lampu.
Pada saat Hari Raya Nyepi semua objek wisata, hotel termasuk bandara Ngurai Rai tutup, cuma tempat-tempat penting seperti rumah sakit diperbolehkan buka. Tujuan dari hari Raya Nyepi bagi umat Hindu adalah untuk bisa mengendalikan hawa nafsu, mengekang dan mengendalikan segala keinginan dan kesenangan,.
Nyepi adalah waktu yang paling baik melakukan tapa, brata, yoga dan samadi, sehingga bisa membuka lembaran baru dengan hati putih dan bersih. Setiap desa adat akan melaksanakan Hari Raya Nyepi ini dengan tertib dan dipatuhi oleh semua warga, termasuk wisatawan yang liburan ke Bali.
3. Hari Raya Ngerupuk dan Ogoh-ogoh
Ritual upacara adat ini di hari raya Ngerupuk atau sehari sebelum Nyepi, Ngerupuk merupakan rangkaian dalam Hari Raya Nyepi di Bali, setiap warga Hindu wajib melakukan persembahan kepada sang Bhuta Kala.
Persembahan tersebut berupa sesajian mecaru, baik itu mecaru di tingkat rumah, banjar, desa, kecamatan sampai tingkat propinsi Bali yang biasanya dilakukan di perempatan jalan raya utama di desa atau kota tersebut.
Tujuannya ritual adat saat Ngerupuk adalah memberikan persembahan bagi Bhuta Kala, agar mereka tidak mengganggu kehidupan manusia di saat manusia melakukan brata penyepian.
Setelah upacara mecaru, dilakukan pawai ogoh-ogoh yang sebagai simbol Bhuta Kala diarak keliling desa dibarengi warga dengan membawa obor, sehingga jalan-jalan banyak dipenuhi pawai ogoh-ogoh, dan tentunya akan menjadi pertunjukan yang menarik bagi wisatawan yang sedang liburan di Bali.
4. Upacara Melasti
Upacara adat tradisional di Bali ini juga dilakukan oleh seluruh umat Hindu ini juga masih dalam rangkaian Hari Raya Nyepi, 2-4 hari sebelum Nyepi dilakukan prosesi Melasti (mekiis/melis).
Pada saat ini semua alat-alat suci, seperti pratima, arca, pralingga, jempana, simbol senjata nawasangan, umbul-umbul, diiringi oleh gamelan Baleganjur dan warga. Warga yang mengikuti rangkaian upacara ini didominasi oleh seragam pakaian adat berwarna putih.
Semua alat-alat suci peribadatan tersebut di usung menuju ke tempat-tempat sumber air seperti laut, danau, sungai atau sumber yang menuju ke laut.
Tujuan dari ritual upacara adat Melasti ini adalah untuk membersihkan bhuana Agung (alam) dan juga diri manusia, setelah kemudian “angamet tirtha amertha” mengambil air suci yang merupakan intisari kehidupan untuk kesejahteraan manusia dan alam.
5. Hari Raya Galungan
Hari Raya Galungan adalah upacara adat di Bali yang bertujuan untuk merayakan kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (kejahatan), dirayakan setiap 6 bulan sekali atau dalam kalender Bali setiap 210 hari, tepatnya di hari Rabu (Budha) Kliwon wuku Dungulan.
Di hari Raya Galungan ini, warga Hindu akan membuat penjor dan ditaruh di depan rumah warga, sehingga jalan-jalan yang ada terlihat semarak dan meriah.
Pada saat ini umat Hindu diharapkan mampu membedakan dorongan hidup antara kebaikan dan keburukan, sehingga niscaya kebahagiaan bisa diraih dengan kemampuan memenangkan dharma dalam diri manusia.
Pada saat Hari Raya Galungan ini, manusia diharapkan bisa menyatukan rohani agar mendapatkan pikiran terang, pikiran tersebut adalah wujud dharma dalam diri, sehingga bisa memenangkan dharma atas adharma. Kemudian upacara adat berikutnya setelah Galungan, 10 hari kemudian dirayakan hari Raya Kuningan.
6. Upacara potong gigi – Mepandes
Upacara adat tradisional potong Gigi di Bali ini dikenal juga dengan nama Metatah, Mepandes atau Mesangeh, upacara adat ini merupakan hal unik yang mungkin hanya anda temukan di Bali, ini adalah ritual potong gigi bagi pemeluk umat Hindu yang sudah menginjak remaja ataupun dewasa.
Upacara adat Potong Gigi (Metatah) ini merupakan kewajiban (hutang) orang tua yang wajib dilakukan dibayar oleh orang tua semasih mereka hidup kepada anak-anaknya. Prosesi potong gigi dilakukan oleh seseorang yang dinamakan Sangging, yang dipotong adalah 6 buah gigi depan atas.
Tujuan dari ritual upacara Mepandes (Metatah) ini adalah untuk menghilangkan 6 musuh (sad ripu) dalam diri manusia. Adapun keenam musuh tersebut adalah hawa nafsu, ketamakan, amarah, mabuk, kebingungan dan iri hati.
7. Upacara Otonan
Upacara adat tradisional di Bali ini berkaitan dengan kelahiran seseorang, otonan untuk memperingati hari lahir (ulang tahun Bali), upacara otonan ini dilakukan setelah bayi berumur 6 bulan (210 hari), kemudian disetiap 6 bulan berikutnya dilakukan upacara otonan (hari lahir) namun dalam bentuk upacara yang lebih kecil.
Hari lahir tersebut sangat menentukan watak bahkan jalan hidup seseorang, sehingga jika wataknya kurang baik, ada sebuah upacara lagi dengan harapan merubah perilaku. Upacara adat ini tidak perlu mewah tetapi nilai ritual yang dilakukan.
Pada saat Otonan ini manusia memanjatkan puja dan terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widi atas jiwa yang diberikan di tubuh manusia agar diberikan keselamatan dan kesejahteraan hidup.
8. Ngerebong
Di sejumlah tempat atau desa adat di pulau Dewata Bali ritual keagamaan ini dikenal dengan nama ‘Ngurek” atau Ngunying, yang mirip atraksi debus., yang mana seseorang dalam posisi trans akan menusuk dirinya dengan keris. aura dan suasana magis terasa kental saat ritual ini.
Seseorang yang melakukan adegan ini tidak pernah mempersiapkan diri, tetapi akan secara tiba-tiba kerauhan (trans), mengambil keris pusaka pura setempat dan menusuk dirinya-sendiri. Di wilayah Denpasar sendiri ritual Ngurek ini di gelar di Pura Agung Petilan, Pengerebongan, desa adat esiman, dan dikenal dengan istilah Ngerebong.
Ngerebong juga dikatakan berasal dari kata ngereh dan baung (Ngerebong}, yang diartikan juga sebagai penggabungan akasa pertiwi atas dan bawah.Upacara adat atau ritual Ngerebong di desa adat Kesiman ini digelar 6 bulan sekali, pada hari Minggu, 8 hari setelah hari raya Kuningan, puncak ritual Ngerebong sekitar pukul 17.00 wita.
9. Hari Raya Tumpek Uduh
Upacara adat ini dikenal juga dengan nama Tumpek Ngatag atau Tumpek Wariga. Upacara adat di Bali ini masih berkaitan dalam rangkaian hari Raya Galungan, karena dilaksanakan 25 hari sebelum Galungan tepatnya hari Sabtu Kliwon, wuku Wariga.
Pada hari Tumpek Uduh inilah umat Hindu melakukan upacara persembahan kepada Tuhan sebagai penguasa tumbuh-tumbuhan atau Dewa Sangkara, mengucapkan rasa syukur manusia atas segala limpahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Mengingat akan jasa dari tumbuh-tumbuhan tersebut, diharapkan manusia tetap bisa menjaga keharmonisan dengan alam, agar terjadi keseimbangan dan hubungan baik dengan alam, dan ini adalah salah satu bentuk dari pelaksanaan Tri Hita Karana di Bali.
10. Hari Raya Tumpek Landep
Upacara adat di Bali ini digelar setiap 210 hari sekali yaitu pada hari Sabtu, Kliwon wuku Landep. Pada perayaan ini umat Hindu memuja Sang Hyang Pasupati yang telah menganugerahkan segala kecerdasan dan ketajaman pikiran, dengan kecerdasan manusia bisa menciptakan sesuatu berupa benda-benda yang membantu kehidupan manusia.
Kecerdasan dan ketajaman pikiran tersebut dilambangkan oleh keris yang memiliki mata tajam dan runcing, sehingga barang pusaka berupa keris ini memiliki arti penting dan pada saat Tumpek Landep ini di upacarai. Begitu juga benda-benda hasil ciptaan manusia yang membatu kegiatan dalam sehari-hari seperti sepeda motor, mobil, komputer, mesin, cangkul, pisau.
Sebagai simbol kecerdasan dan membantu kehidupan manusia, maka benda-benda tersebut pada hari Tumpek Landep disembahyangi sebagai wujud terima kasih kepada Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Pasupati.
Upacara adat dan hari raya keagamaan lainnya
Selain upacara adat Bali yang dilakukan oleh seluruh umat Hindu di pulau Dewata, ada sejumlah upacara lainnya seperti Tumpek Wayang, Hari Saraswati, Pagerwesi, upacara Tiga Bulanan, Mebayuh dan banyak lagi lainnya.
Di sejumlah tempat juga diadakan upacara adat khusus dan unik yang hanya digelar di desa bersangkutan dan tidak bisa anda temukan di tempat lainnya beberapa diantaranya adalah upacara Ngusaba Dangsil, Ngusaba Guling, Nyepi desa (adat),
Dan ritual unik di desa adat setempat yang tidak kalah menariknya adalah; pemakaman mayat di Trunyan, Omed-omedan, Ngerebong, Ngusaba Bukakak, Ngusaba Tegen, Mekotek, Mekare-kare, Mesuryak, perang Ketupat, Gebug Ende, Ter-teran dan banyak lagi lainnya, digelar dengan tata cara unik dan berbeda.
Leave a Reply