Terbitnya peraturan Gubernur Bali no.1 tahun 2020 tentang tata kelola minuman tradisional khas Bali yakni arak, membuat pengrajin tradisional arak Bali bisa bernafas lega. Tidak ada lagi perasaan was-was bagi produsen minuman keras ini. Arak Bali sendiri memang cukup disukai oleh warga lokal, termasuk juga di kalangan pariwisata seperti usaha bar dan restoran tidak jarang menawarkan minuman tradisional khas Bali tersebut, walaupun ijin tentang tata cara jual arak Bali tersebut belum diundangkan secara resmi oleh pemerintah.
foto ilustrasi; via nusabali.com
Keberadaan arak Bali saat ini sudah tidak asing lagi, bisa menjadi alternatif oleh-oleh khas Bali bagi mereka yang kebetulan liburan dan wisata di pulau dewata Bali. Bagi warga lokal Bali, minuman arak Bali ini banyak sekali manfaatnya, selain dikonsumsi atau disuplai ke Bar dan restoran, arak juga berfungsi sarana upacara walaupun kebutuhannya tidak terlalu banyak, arak jenis ini kadar alkoholnya paling rendah, arak juga terkadang digunakan sebagai sarana obat seperti rematik, maka arak jenis ini dengan kadar alkohol paling tinggi, bahkan jenis ini sering dikenal sebagai arak api. Saat ini di beberapa tempat sudah ada yang jual arak Bali tersebut, ada juga yang jual lewat media online.
baca juga; restoran di Bali >>>>
Dalam pengolahan minuman beralkohol ini oleh pengrajin arak Bali, beberapa tempat sudah cukup populer sebagai produsen arak, beberapa diantaranya Desa les di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, desa Tri Eka Buana, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem dan Desa Merita, Kecamatan Abang Karangasem. Selama ini konsumen bisa langsung datang ke lokasi pengrajin, bisa menyaksikan langsung juga tata cara pengolahan penyulingan arak tersebut dari bahan baku tuak (nira) yang dihasilkan oleh pohon kelapa ataupun pohon lontar yang memang tumbuh dengan baik di kawasan Karangasem.
Cara membuat dan hasil produksi arak Bali
Dalam halaman ini dikemas sekilas info tentang tata cara membuat arak Bali tersebut, minuman beralkohol dengan harga murah yang diproses secara tradisional dan banyak diproduksi di wilayah Karangasem, sehingga dengan legalisasi dari pemerintah daerah Bali, diharapkan arak Bali ini bisa menyaingi minuman impor yang sekarang sudah lumrah beredar di pasaran. Mungkin nantinya ada sistem dan skema yang mengatur penjualan arak Bali ini, mulai dari pengrajin, pengepul sampai dengan izin edar, termasuk juga label dari arak tersebut.
baca juga; budaya dan tradisi unik di Bali >>>>
Sebelum menjadi arak, bahan baku dari arak tersebut berasal dari tuak (nira) yang disadap dari pohon kelapa ataupun pohon lontar, tetesan-tetesan air yang keluar dara proses penyadapan tersebut menghasilkan tuak (nira) yang rasanya manis. Untuk hasil tuak manis seperti ini menjadi bahan baku pembuatan gula merah. Untuk itulah tuak tersebut didiamkan dulu dalam sementara waktu, dengan media (dicampur) dengan serabut kelapa, sehingga proses fermentasi lebih cepat, sehingga menghasilkan tuak yang rasanya kecut.
Bagi penggemar minuman tradisional beralkohol rendah, tuak yang sudah mengalami fermentasi tersebut, kadang dikonsumsi warga langsung untuk merasakan sensasi minuman alkohol dari tuak tersebut, dan tuak tersebutpun cukup laku di Bali, biasanya tuak tersebut berasal dari sadapan pohon lontar, kelapa dan enau. Nah untuk menghasilkan arak Bali, maka tuak yang sudah mengalami fermentasi tersebut, disuling dengan melakukan perebusan tuak sehingga menghasilkan uap yang dialirkan ke penampungan berupa tetesan-tetesan arak yang sekarang populer di pulau Dewata Bali.
baca juga; hasil kerajinan tradisional khas daerah Bali >>>>
Hasil penyulingan arak tersebutpun bermacam-macam, hasil penyulingan pertama adalah hasil arak nomer satu dengan kadar alkohol paling tinggi bisa mencapai 35-45% alkohol, dan untuk wilayah Karangasem, arak Bali tersebut dikenal dengan arak api, karena arak tersebut mudah dijilat api. Adapun jenis arak yang biasa di jual oleh produsen arak ada beberapa macam.
Ciri dari arak nomer satu adalah mengeluarkan buih kalau dikocok dalam botol dan mudah dijilat api dan apinya berwarna kebiru-biruan, karenanya populer dengan nama arak api, arak Bali jenis ini di desa Merita Karangasem dikenal juga dengan arak lobong (buih), dan sering digunakan sebagai keperluan obat, bahkan tidak jarang dikonsumsi oleh penggemar arak Bali.
Sedangkan arak Bali nomer dua buihnya lebih sedikit, kadar alkoholnya juga lebih rendah, bisa dijilat api tetapi warna apinya kekuningan menandakan hasil penyulingan ini beralkohol rendah, biasanya dengan kadar alkohol sampai 30%, sedangkan arak nomer 3 kadar alkoholnya lebih rendah lagi, hanya mencapai 20% saja, jenis arak Bali inilah (nomer 2 dan 3) yang sering dikonsumsi para penggemar arak Bali, dan sebagai bahan spirit dari minuman cocktal (koktail). Sedangkan kadar alkohol paling rendah yang hanya 5-10% alkohol digunakan sebagai perlengkapan atau sarana upacara keagamaan.
baca juga; jual arak Bali >>>>
Pengrajin arak tradisional di Karangasem Bali, baik itu di desa Merita ataupun Sidemen Karangasem sudah melakoninya secara turun temurun, mereka sudah ahli dan arak tersebut berasal dari bahan-bahan alami, sehingga aman untuk dikonsumsi, tentu akan berbeda jika dikonsumsi berlebihan, termasuk jenis minuman beralkohol lainnya. Di balik adanya pro dan kontra akan legalisasi arak Bali ini, para pengrajin arak tradisional Bali tentu akan merasakan kenyamanan dalam melakoni kesehariannya, karena dulu dilarang, sekarang sudah ada ijin dan ada payung hukum yang menaunginya.
Berikutnya bagaimana nantinya agar arak Bali ini bisa merambah pasar-pasar lokal termasuk pasar internasional, dengan memperhitungkan hasil produksi yang terstandardisasi, higienis dan dalam kemasan yang menarik dengan harga jual bersaing dan lebih murah.
Leave a Reply