Bayung Gede Kintamani

Desa Bali Kuno atau Bali Aga, terdapat di sejumlah tempat di pulau Dewata Bali, beberapa yang cukup populer dan menjadi tujuan wisata adalah desa Tenganan, Trunyan dan desa Penglipuran, beberapa lainnya adalah desa Sidatapa, Cempaga, Tigawasa, Julah, Pedawa, Sambiran dan desa Bayung Gede.

Hampir semua dari desa-desa Bali Aga atau Bali Mula tersebut memiliki tradisi budaya dan tradisi unik yang menarik, tentu suatu yang terasa berbeda saat transisi jaman modernisasi seperti sekarang ini, masih terjaga lestari dan terjaga baik hal unik yang jarang bisa ditemukan.

baca juga: Budaya dan tradisi unik di Bali >>>>

Untuk itulah, jika anda kebetulan liburan di pulau Dewata, dan ingin mengenal sisi lain dari pulau Dewata ini, maka anda bisa mengemas itinerary tour ke sejumlah desa Bali Aga tersebut, sehingga anda bisa menemuka sesuatu yang baru dan berbeda.

Pada saat sekarang ini, tentu berbagai hal yang sifatnya unik oleh desa Bali Aga tersebut akan menjadi perhatian wisatawan, dan berpotensi juga sebagai tujuan wisatawan seperti apa yang disaksikan wisatawan, seperti di kawasan desa Trunyan dan Tenganan yang menjadi destinasi tour populer di Bali.

Dan saat ini yang menjadi perhatian menarik dari salah satu desa Bali Kuno tersebut adalah desa Bayung Gede yang terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Desa tersebut menawarkan sesuatu hal unik untuk diketahui.

baca juga; fakta tentang Bali yang jarang diketahui orang >>>>

Untuk itulah informasinya lebih detail, anda bisa temukan pada halaman ini. Siapa tahu nantinya anda yang ingin mengenal budaya Bali asli lebih dekat, dengan menikmati suasana alam pedesaan yang unik, maka ataurlah acara wisata anda ke desa Bayung Gede.

Pemukiman desa Bayung Gede

Nama desa Bayug Gede Kintamani memang belum begitu populer sebagai tujuan wisata, namun desa ini memiliki banyak budaya serta tradisi unik yang merupakan kearifan budaya lokal dan tidak pernah usang oleh jaman.

Warga Bali Mula atau Bali Aga mengklaim diri mereka adalah penduduk asli Bali, mereka sudah berada jauh sebelum pengaruh kerajaan Majapahit datang yang membawa banyak perubahan akan tatanan kehidupan dan keyakinan beragama.

baca juga: desa Bali Aga

Desa Bayung Gede sendiri sebagai salah satu dari desa Bali Kuno tersebut bertahan dengan budaya dan tradisi warisan leluhurnya, bahkan sampai sekarang ini masih terjaga dengan baik, ditambah lagi suasana alam pedesaan yang tenang dan dami, ideal untuk mengisi aktifitas liburan anda selama di pulau Dewata Bali.

Desa Bayung Gede sendiri berada di dataran tinggi pegunungan sekitar 900 mdpl, sehingga berhawa sejuk, seperti kawasan Kintamani pada umumnya. Berbagai jenis tanaman tropis bisa hidup dengan baik di kawasan ini.

Kebanyakan penduduk dari desa Bayung Gede hidup sebagai petani, hasil kebun yang cukup populer di kawasan ini adalah jeruk, kopi berbagai jenis sayuran dan buah termasuk jagung.

Jarak desa Bayung Gede dari Denpasar sekitar 52 km, akses ke lokasi dari jalur Payangan – Kintamani atau bisa melalui jalur Bangli – Kintamani, kalau dari arah kota Bangli lokasinya sekitar 3 km sebelum objek wisata Kintamani (desa Penelokan).

baca juga; paket tour Ubud – Kintamani >>>>

Tentu jika anda ingin mengagendakan tour ke kawasan pariwisata Kintamani, maka desa Bayung Gede terletak searah dan berdekatan, sehingga sayang untuk dilewatkan.

Tempat ari-ari di desa Bayung Gede

Seperti halnya desa Bali Aga lainnya, maka Bayung Gede di kabupaten Banli ini, memiliki banyak budaya dan tradisi unik, lalu apa sajakah itu, untuk itu berikut informasinya;

  • Saat kelahiran bayi, maka ari-ari yang biasanya ditanam (dikubur) atau di hanyut diperlakukan berbeda di desa Bayung Gede Kintamani, ari-ari tersebut ditempatkan dalam batok kelapa, dan digantungkan di pohon pada sebuah kuburan yang khusus diperuntukkan untuk ari-ari.
  • Dalam pernikahan, keluarga gadis yang akan memberi syarat kepada calon mempelai pria agar memberikan seekor sapi jantan yang bertanduk untuk diserahkan kepada desa adat setempat. Sapi jantan tersebut nantinya akan dilelang kepada warga desa di luar keluarga pengantin.
  • Warga yang baru menikah, diwajibkan untuk melakukan tapa brata yang dikenal dengan proses penyekeban, dan mempelai harus tunggal di gubuk kecil yang terletak di ujung desa Bayug Gede.
  • Warga Bayung Gede tidak diperbolehkan untuk berpoligami, jika tradisi tersebut dilanggar warga maka akan dikenakan sanksi diberhentikan dari desa “ngarep” yang memiliki hak-hak khusus seperti berhak atas tanah ayahan desa. Dan yang ditakuti juga adalah hukuman niskala, karena sudah terbukti terjadi musibah yang menimpa jika warga poligami memaksakan diri tinggal di desa Bayung Gede.
  • Orang yang melakukan poligami di Bayung Gede Kintamani ini, mesti memilih tempat tinggal di kawasan Tebenan (hilir) yang lokasinya di sebelah Barat atau Selatan desa Bayug Gede, pemondokan untuk warga poligami tersebut biasanya di Peludu yang masih merupakan wilayah Bayung Gede. Cara ini bisa mendidik kaum lelaki lebih setia pada satu pasangan.
  • Di Bayung Gede Kintamani ada larangan untuk kawin dengan saudara misan (sepupu), jika itu dilakukan maka upacara adatnya dilakukan di depan perangkat desa, mereka juga harus melakukan hal unik seperti menyantap makanan pada sebuah palungan bambu dan makan langsung dengan mulut tanpa menggunakan tangan, keturunan mereka juga nantinya pantang ikut dalam kegiatan agama.
  • Saat meninggal, prosesi penguburan jasad wanita dan pria berbeda, posisi jasad wanita diletakkan terlentang menghadap ke atas menghadap langit, sesuai dengan simbol wanita sebagai ibu dalam hal ini ibu pertiwi, sedangkan jasad laki-laki dalam posisi menghadap ke bawah atau telungkup menyimbolkan lai-laki tersebut sebagai simbol dari akasa.
  • Ada perbedaan prosesi pemakaman bagi orang yang meninggal dengan cara wajar dan meninggal dengan cara tidak pantas, seperti bunuh diri, jasad tidak boleh dimandikan di rumah duka dan dikubur seadanya di kuburan khusus.
  • Kalau di Bali pada umumnya dikenal dengan tradisi Ngaben atau pembakaran mayat, tetapi perlakuannya berbeda di Bayung Gede. Di sini warga cukup menyerahkan seekor sapi ke desa adat sebagai rasa bakti, kemudian sapi tersebut diolah sebagai bagian sesajen, sisa daging sapi dimanfaatkan oleh keluarga.
  • Budaya di desa Bayung Gede lainnya adalah tidak mengenal adanya catur kasta ataupun catur warna, tidak ada embel-embel nama Ida Bagus, Anak Agung, I Gusti, I Dewa ataupun Cokorde pada nama warga di sini. Ini memang ciri khas budaya dari warga Bali Kuno karena mereka sudah ada sebelum pengaruh ksatria atau warna yang masuk ke Bali.
  • Warga desa Bayung Gede, menggunakan penanggalan atau kalender khusus yang terbuat dari kayu untuk menentukan hari-hari baik untuk kegiatan upacara ataupun dalam pertanian seperti hari baik untuk bercocok tanam ataupun saat memetik.
  • Arsitektur rumah tradisional di Bayung Gede juga terbilang cukup unik, akses ke pemukiman melalui jalan besar di tengah pemukiman, sekilas seperti di desa Penglipuran Bangli. Dari jalan utama tersebut tersebut terdapat gang-gang kecil selebar 1 meter menuju ke masing-masing rumah. Bentuk bangunan lebih banyak menggunakan material dari bambu.
  • Di Desa Bayung Gede Kintamani digelar sebuah tradisi unik yang dinamakan Perang Suren, yang mana perang tersebut dilakukan oleh para pemuda desa, mereka melalui proses karantina saat Ngusaba Lampuan. Ritual perang tersebut digelar untuk menghormati dewa Indra yang dipercaya sebagai Dewa Perang.

Demikian sejumlah budaya dan tradisi unik di desa Bayung Gede di Kintamani Bangli ini, bagi sejumlah orang penasaran apalagi wisatawan yang datang untuk liburan di Bali dan ingin mengenal lebih dekat tentang Bali, maka desa ini wajib dikunjungi.

Lokasinya searah dengan tempat rekreasi atau objek wisata lainnya dan terletak berdekatan dengan pusat pariwisata Kintamani. Desa Bayug Gede Kintamani sekarang berkembang menjadi desa wisata yang mempertahankan warisan leluhur dan kearifan budaya lokal.

lanjut baca; daftar objek wisata dan tempat rekreasi di Bangli >>>>

Desa Adat Bayung memiliki tipe pemerintahan dengan pola “lulu apad” sebuah struktur desa yang cukup unik juga. Sistem kepemimpinan desa adat dipegang oleh dua orang Kubayan yaitu Jro Kubayan Nyoman dan Jro Kubayan Pucuk.

Kedua pemimpin tersebut dibantu oleh Saih Nembelas atau prajuru adat, yang memegang jabatan Saih Nembelas tidak boleh ada cacat fisik. Mereka diberi hak untuk mengelola tanah laba pura selama memegang jabatan.

Scroll to Top