Pulau Bali selain memiliki berbagai objek wisata populer untuk dinikmati para wisatawan, tidak terlepas juga dengan hal-hal unik yang dimilikinya, baik itu berkaitan dengan budaya dan juga tradisinya. Ada hal unik lainnya yang mungkin belum banyak diketahui dan dikenal orang banyak, yaitu sebuah desa tunarungu di Bali yang masih ada sampai saat ini. Untuk itulah dalam halaman ini akan dikemas info untuk mengenal lebih dekat keunikan desa tunarungu tersebut, yaitu desa Bengkala yang terletak di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, yang masuk dalam peta wisata Bali Utara.
Desa Bengkala terletak terpencil di wilayah Kabupaten Buleleng. desa Bengkala ini ini memang terbilang cukup unik di Bali, banyaknya jumlah warga tunarungu dibandingkan dengan tempat lainnya di Bali, tentu menjadikannya sebuah desa yang cukup spesial dan cukup istimewa. Banyaknya warga yang berkomunikasi dengan bahasa isyarat atau dikenal dengan kata “kolok” karena memiliki keterbatasan pendengaran, membuat warga lainnya juga mempelajari bahasa isyarat agar bisa berkomunikasi dengan warga tunarungu di desa ini.

Bahasa isyarat warga desa Bengkala, memang berbeda dengan bahasa isyarat Indonesia ataupun internasional, bahasa isyarat kas desa bengkala ini oleh penduduk Bali dikenal dengan kata “kolok” mereka yang tuli dan bisu dikenal dengan “kolok”, sebuah bahasa yang tidak pernah terucapkan, unik dan menjadi komunikasi kas warga desa Bengkala. Karena bahasa kolok yang sering digunakan, banyak penduduk lokal menyebutnya sebagai desa kolok, walaupun jumlah warga terlahir kolok (tuli dan bisu) lebih sedikit dari mereka yang terlahir normal. Keberadaan warga tunarungu tersebut sudah ada sejak tujuh generasi.
baca juga: tempat wisata unik di Bali >>>>
Hal ini tentu cukup istimewa bagi desa Bengkala, karena masing-masing penduduk bisa berkomunikasi dengan kata kolok (bahasa isyarat), dan yang terpenting lagi warga desa lainnya tetap memberlakukan mereka dengan baik, tidak ada perlakuan diskriminasi pada warga tunarungu (tuli dan bisu), semua kegiatan dan komunikasi berjalan dengan baik dan saling menghargai dan menghormati, bahkan warga tunarungu tersebut, membentuk komunitas tersendiri di desa Bengkala, mereka juga belajar akan seni dan budaya Bali, seperti pementasan kesenian janger kolok, sehingga bisa mementaskan seni yang unik dan berbeda di Bali, bahkan bisa menjadi daya tarik yang spesial bagi wisatawan yang liburan ke Bali.

Walaupun jumlah warga kolok cukup banyak, namun mayoritas warga desa Bengkala tidak mengalami kesulitan saat komunikasi, karena bahasa isyarat kolok, menjadi bahasa berikutnya yang diajarkan orang tua kepada anak-anak mereka, sehingga tradisi bahasa kolok tersebut tidak akan pernah punah, apalagi ada sejumlah warga kolok yang akan menjalin komunikasi setiap hari. Bahkan sekarang ini generasi muda warga kolok desa Bengkala mengenal bentuk komunikasi baru dengan mengoperasikan ponsel pintar, mengenal media sosial dan bahasa isyarat internasional.
baca juga: budaya dan tradisi unik di Bali >>>>
Warga tunarungu di desa Bengkala dianggap memiliki fisik yang lebih tangguh dan kuat, lebih disiplin, setia dan jujur, kualitas karakter sangat jarang bisa ditemukan, mereka orang-orang berhati baik dan sabar, juga memiliki jiwa yang agresif ketika melihat ketidak adilan. Warga kolok di desa Bengkala ini memiliki kualitas karakter yang terkenal di Bali.
Penduduk desa Bengkala sudah terbiasa dengan gaya hidup dan komunikasi dengan orang-orang tunarungu, apalagi anak-anak sudah diajarkan bahasa kolok (isyarat) dari kecil di rumah masing-masing, bahkan di sekolah siswa tunarungu belajar dalam satu kelas dengan siswa mendengar, sehingga guru pengajar selain menggunakan bahasa lisan dan tulisan juga menggunakan bahasa isyarat untuk mengajar, jadi hampir semua warga mengenal komunikasi dan berinteraksi baik dengan warga tunarungu di sini.
baca juga: objek wisata Bali Utara >>>>
Persentase warga tunarungu di desa Bengkala memang terbilang cukup tinggi, ini disebabkan karena gen resesif geografis-centric, yang disebut DFNB3, yang telah ada dari nenek moyang mereka selama 7 generasi. Namun warga desa juga percaya, warga tuli dan kolok tersebut karena adanya kutukan, yang berawal dari cerita legenda atau sejarah akan keberadaan warga tunarungu tersebut. Diceritakan ada dua kelompok dalam suatu desa, satu kelompok menyembah dewa satu kelompok lagi tidak menyembah Dewa dan memutuskan keluar desa sambil membawa emas, kelompok tersebut dipanggil tapi tidak menoleh, dikutuklah mereka agar tidak bisa mendengar dan berbicara, dan kelompok warga tersebut menetap di Bengkala.
Leave a Reply