Jika menyimak sejarah tentang Bali, tentu tidak akan lepas dari sejarah kerajaan Bali kuno, kemudian generasi berikutnya adalah kerajaan Gelgel yang pernah mengalami puncak kejayaanya pada saat pemerintahan dinasti Waturenggong, kemudian setelah Kerajaan Gelgel, muncullah kerajaan Klungkung, yang mana wilayah kekuasaan kerajaan Klungkung tersebut meliputi pulau-pulau di di lepas pantai Selat Badung, yakni pulau Nusa Penida, pulau Nusa Ceningan dan pulau Nusa Lembongan. Dan saat sekarang ini wilayah-wilayah kekuasaan raja Klungkung tersebut menjadi pemerintah daerah tingkat II Klungkung.
Sejarah Kerajaan Klungkung
Berawal dari pemberontakan seorang perdana menteri Kerajaan Gelgel yang bernama I Gusti Agung Maruti pada tahun 1650, memberontak atas kerajaan Gelgel yang pada saat itu diperintah oleh Dalem Dimade, pemberontakan ini menyebabkan runtuhnya kerajaan Gelgel, dan pemerintahan atas kerajaan Gelgel ini diambil oleh I Gusti Agung Maruti dan sang raja Dalem Dimade menyelamatkan diri dan mengungsi ke Desa Guliang yang merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Bangli. Runtuhnya kerajaan Gelgel ini menjadi sejarah berakhirnya dinasti Waturenggong yang memerintah Kerajaan Gelgel.
foto via: hariansejarah.id
Kemudian salah satu putra dari Dalem Dimade, yakni Ida Dewa Agung Jambe, pada abad ke-17 di tahun 1686 Masehi, kembali ke Gelgel untuk merebut kembali kerajaan dari tangan I Gusti Agung Maruti, dan akhirnya kerajaan bisa direbut kembali, dan pusat kerajaan dipindahkan, tidak lagi di Gelgel, tetapi di sebelah utara Gelgel, tempat tersebut dinamakan Klungkung, kemudian disinilah pusat kerajaan dibangun, sekaligus sebagai istana tempat tinggal Ida Dewa Agung Jambe. Istana baru yang dibangun tersebut dinamakan Semarapura atau Semarajaya yang dikenal sebagai Kerajaan Klungkung.
baca juga; sekilas tentang Kabupaten Klungkung >>>>
Jadi kerajaan Klungkung didirikan pada abad ke-17, raja pertama yang memerintak kerajaan ini adalah Ida Dewa Agung Jambe, seprang raja yang berasal dari dinasti Gelgel atau dari wangsa Waturenggong. Sejak saat itu gelar “Dalem” yang biasa disandang oleh raja-raja yang memerintah kerajaan Gelgel, tidak lagi digunakan oleh raja berikutnya yang memerintah kerajaan Klungkung, sedangkan gelar raja yang memerintah kerajaan Klungkung yakni “Dewa Agung”.
Kemudian kerajaan Klungkung ini diperintah oleh raja-raja dari dinasti Ida Dewa Agung Jambe secara turun temurun, seperti Dewa Agung Gede, Dewa Agung Made, Dewa Agung Śakti, Dewa Agung Putra I dan raja terakhir memerintah kerajaan Klungkung adalah Ida I Dewa Agung Putra IV atau Ida I Dewa Agung Gede Jambe II, yang kebetulan nama raja sama dengan pendiri dan raja pertama dari kerajaan Klungkung. Sejarah kerajaan Klungkung tidak bertahan lama, karena wilayah kerajaan akhirnya terbelah menjadi kerajaan-kerajaan kecil yakni kerajaan Gianyar, Bangli, Badung, Karangasem, Denpasar, Buleleng, Jembrana, Tabanan dan kerajaan Klungkung itu sendiri.
baca juga; sejarah kerajaan Buleleng >>>>
Pada akhir sejarah kejayaan kerajaan Klungkung ini yang akhirnya melakukan perang puputan melawan kolonial Belanda. Di pulau Bali sendiri ada sejumlah peristiwa heroik yang melakukan perang puputan, habis-habisan atau sampai titik darah penghabisan, yakni perang puputan Badung, perang puputan Klungkung dan perang puputan setelah jaman kemerdekaan RI, yakni perang Puputan Margarana yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai yang membawahi pasukan Ciung Wanara, untuk mengenang jasa para pahlawan pada perang puputan Margarana dibangunlah Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa.
Kembali lagi ke sejarah Kerajaan Klungkung, sebelum perang berkecamuk dan terjadi perang puputan Klungkung, perlawanan rakyat Klungkung sudah mulai dari wilayah desa Gelgel, berawal dari patroli keamanan Belanda di wilayah kerajaan Gelgel sejak 13-16 April 1908, rakyat dan pembesar kerajaan tidak mau terima, karena dianggap melanggar kedaulatan kerajaan Klungkung, sehingga terjadi penyerangan terhadap pasukan kolonial Belanda yang melakukan patroli tersebut, penyerangan secara mendadak tersebut menewaskan 10 orang pasukan Belanda, bahkan salah pemimpin pasukan seorang letnan Belanda.
baca juga; sejarah kerajaan Bali kuno >>>>
Kejadian tersebut tentu membuat kolonial Belanda murka dan tidak mau terima dan menuduh Kerajaan Klungkung melakukan pemberontakan kepada pemerintah Kolonial Belanda dan mengeluarkan ultimatum agar Raja Dewa Agung Jambe II untuk menyerah sebelum tanggal 22 April 1908, ancaman dari pemerintah kolonial Belanda itu tidak membuat nyali raja dan rakyat Klungkung ciut, malah bertekad lebih besar untuk mempertahankan kehormatan dan wilayah kerajaan Klungkung, mengetahui hal tersebut pemerintah kolonial pada tanggal 20 April 1908, mengirim pasukan tambahan dari Batavia untuk menyerang kerajaan Klungkung.
Pada tanggal 21 April 1908 mulailah pasukan kolonial Belanda menyerang Kerajaan Klungkung, kemudian pada tanggal 27 April 1908 pemerintah Belanda kembali menambah pasukannya dari Batavia tiba di Kusamba dengan persenjataan yang masih tradisional seperti tombak ataupun bambu runcing melawan senjata meriam pasukan belanda, persenjataan yang tidak berimbang, sehingga serdadu Belanda bisa merangsek menuju istana Semarapura Klungkung, dalam serangan tersebut Dewa Agung Gde Semarabawa, Cokorda Gelgel, Dewa Agung Istri Muter dan sang putra mahkota Gugur.
baca juga; perang Puputan Badung >>>>
Mengetahui kejadian tersebut Raja Klungkung lebih membulatkan tekad untuk melakukan perang puputan atau sampai titik darah penghabisan, Bersama 3.000 orang pasukan kerajaan Klungkung, raja kembali melakukan perlawanan pada tanggal 28 April 1908, dengan persenjataan yang tidak berimbang akhirnya Raja Dewa Agung Jambe II gugur di medan perang, dan akhirnya kerajaan Klungkung pada tanggal 28 April 1908 sekitar pukul 15.00 wita jatuh di tangan Belanda.
* dikutip dari berbagai sumber
Leave a Reply