Barong Ket atau Keket adalah salah satu tarian langka dan sakral yang pementasannya paling umum digelar di pulau Dewata Bali, jenis tarian merupakan seni tari tradisional khas warisan leluhur bertahan dan dijaga lestari oleh pemeluk Hindi masyarakat Bali.
Bentuk tari Barong jenis ini adalah berupa beberapa gerakan eksotik dan cantik sebagai perpaduan antara binatang yang pada zaman dahulu banyak hidup di hutan belantara, seperti menyerupai bentuk macan, singa, naga dan sapi.
Tari Barong Keket (Ket) dikenal sebagai seni tari unik karena menggunakan gerakan-gerakan energik dan masing-masing gerakan membutuhkan tenaga prima agar menampilkan objek pentas tari yang menarik.
Dengan kreativitas seni manusia, perkembangan terbaru dari tari Barong Keket (Ket) saat ini saat ini dalam dunia pariwisata di Bali, menjadi salah satu ajang seni yang dipentaskan setiap hari, menjadi hiburan wisata.
Di setiap pementasan yang digelar, terutama untuk tari hiburan yang banyak terdapat di wilayah Batubulan Gianyar dan kota Denpasar, tari Barong yang dipentaskan dipasangkan dengan tokoh bernama Rangda merupakan sosok memiliki bentuk menakutkan (menyeramkan) sebagai lambang kejahatan.
Dan dalam halaman ini akan dikemas informasi mengenai sejarah dan asal mula tari tradisional Barong Ket atau Keket yang merupakan salah satu tarian sakral tersebut, kemudian dalam perkembangannya menjadi tari hiburan bagi wisatawan yang sedang liburan di pulau Dewata Bali.
Sejarah dan asal mula tari Barong di Bali
Barong adalah salah satu seni tari sakral dipentaskan saat-saat hari suci agama Hindu, yang dikenal berasal dari masyarakat Bali dipercaya sebagai bukti peninggalan kebudayaan pra-Hindu.
Namun demikian ada sejumlah versi yang berkembang bagaimana sejarah atau asal mula tari tersebut ada di pulau Dewata Bali. Ada yang menyebutkan kalau Kesenian Barong Ket kental mencerminkan ciri khas budaya Hindu Bali yang tercipta dari perpaduan akulturasi budaya China.
Adapun budaya China ketika pertama kali masuk ke Indonesia terutamanaya ke Bali, dalam sejarah perkembangan selanjutnya cenderung berhubungan dengan sisi spiritualitas ajaran agama Hindu yang sifatnya klasik.
Disebut juga, Barong berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu salah satu suku katanya adalah Bharwang yang mengandung makna hewan beruang di dalam hutan liar. Bahasa Sansekerta sendiri berasal dari India, dan menandakan sudah ada setelah masuknya pengaruh budaya Hindu ke Bali.
baca juga; sejarah masuknya Hindu di Bali >>>>
Dalam kehidupan masyarakat Bali, binatang bernama beruang jarang bisa dilihat dalam wujud nyata sehingga binatang yang satu ini dikenal sebagai binatang khayalan yaitu sebagai mahluk mitologi yang dianggap mempunyai tenaga berkekuatan gaib dan bersifat melindungi meskipun termasuk ke dalam kelompok binatang liar di hutan.
Oleh karena itu binatang ini keberadaannya dilukiskan sebagai sebuah kesenangan yang tertuang dalam kesenian berupa seni tari tidak hanya diciptakan di Bali saja, melainkan juga dikenal hingga masyarakat Sunda dan Madura di Jawa.
Apabila dilihat dari ornamen Barong Ket ala seni tari warga Bali, terdapat sebuah perpaduan antara kebudayaan Hindu dengan kebudayaan Bali Kuno yang memiliki percampuran dengan kedatangan budaya Budha di Bali. Ornamen seperti ini memiliki kesamaan di beberapa negara penganut ajaran Budha seperti Jepang dan Cina.
Beberapa tokoh seni tari di Bali berpendapat bahwa kesenian tradisional Barong Ket merupakan seni tari yang menonjolkan ciri khas ajaran Hindu Bali terbentuk dengan adanya akulturasi budaya China yang mempengaruhi pikiran masyarakat Bali.
Tari tradisional ini dikenal juga sebagai Tari Banaspati Raja atau sang raja hutan adalah tari tradisional yang mengkombinasikan gerakan-gerakan energik dari singa, macan dan kelembutan sikap binatang peliharaan yaitu sapi.
Keberadaan binatang-binatang ini dianggap mampu mengumpulkan kekuatan supranatural yang mengalir melalui udara di alam semesta.
Maka dari itu konsep Barong ala masyarakat Bali adalah mempertontonkan sisi kekuasaan sang raja seperti Barong Singa atau Reog dalam kepercayaan orang Jawa namun memiliki perbedaan sudut pandang yaitu Reog di Jawa adalah lambang kejahatan sedangkan Barong di Bali mencerminkan sikap-sikap melindungi.
Barong Ket Dan Mitologi Hindu
Versi Tari Barong Ket berdasarkan mitologi Hindu adalah berawal dari sebuah kisah dimana Batara Ciwa sedang marah karena tapa semedinya diganggu oleh seorang raksasa bernama Rahu lalu Batara Ciwa mengeluarkan sinar sakti dari kedua matanya bernama Kala Kirthimuka untuk membakar Rahu.
Kala Kirthimuka adalah sinar dalam wujud mahluk memiliki sifat-sifat raksasa yaitu tidak pernah merasa puas dan selalu dalam kondisi kelaparan. Kirthimuka menjalankan titah dari Batara Ciwa meskipun Rahu sudah meminta maaf kepada Batara Ciwa tetapi keadaan sudah sangat terlambat.
Kirthimuka terikat sumpah bahwa jika ia sudah keluar dari mata ketiga Batara Ciwa, maka harus ada mahluk yang dibinasakan, maka dari itu untuk menetralkan keadaan, Kala Kirthimuka akhirnya memakan dirinya sendiri hingga tersisa hanya bagian mukanya saja.
baca juga; sejarah Barong Landung di Bali >>>>
Untuk menghormati jasa-jasa Kirthimuka yang setia kepada Batara Ciwa maka sejak saat itu umat Hindu di Bali membuat arca-arca sebagai wujud pengangkatan Kirthimuka sebagai pelindung pengikut dan penyembah Batara Ciwa pada setiap gerbang candi Ciwa di Bali.
Hingga kini Kirthimuka bisa dilihat wujudnya dalam ornamen Tari Barong Ket yang dianggap sebagai pelindung dari tindakan kejahatan oleh masyarakat Bali, dan seiring dengan perkembangan zaman, maka tari sakral ini menjadi salah satu kesenian yang banyak dipentaskan saat ada upacara-upacara keagamaan.
Barong Ket Sebagai Simbol Kebaikan
Seperti dijelaskan tersebut di atas bahwa Barong Ket adalah salah satu jenis Barong yang sangat terkenal di Bali sebagai lambang kemenangan dan sisi kebaikan yang dianggap sebagai manifestasi dari Banaspati Raja atau raja hutan.
Orang Hindu Bali percaya bahwa seekor singa adalah raja hutan yang paling ganas diantara penghuni hutan lainnya. Dimana kepercayaan ini hampir sama dengan warga Hindu di daerah lain di Indonesia, India dan Cina.
Jika diteliti secara mendalam berdasarkan ikonografinya, bentuk dasar dari topeng dalam Tari Barong Ket adalah muka singa. Di India, pelukisan wajah ini dikenal dengan istilah Shimamukha atau Khirtimukha.
Lalu kenapa dipilih hewan singa sebagai figure Barong ? Karena dalam hal ini singa mempunyai kekuatan untuk dapat menghancurkan hal-hal yang berhubungan dengan kejahatan sehingga di Bali hewan singa identik sebagai simbol kebaikan.
Pagelaran Tari Barong Bali menonjolkan figure Barong Ket sebagai lambang kebaikan dan kemenangan sedangkan tokoh Rangda merupakan pihak yang kalah meskipun di luar pentas, warga Bali beranggapan bahwa kedua figure dalam seni tari ini duduk sejajar sebagai alat untuk melindungi warga Bali dari bahaya.
baca juga; harga tiket pementasan tari Barong di Batubulan >>>>
Secara awam bentuk dari topeng Barong Ket adalah tercipta dari perpaduan antara bentuk wajah binatang singa, macan dan sapi.
Sekujur tubuh dihiasi dengan ukiran khas Bali yang terbuat dari kulit lalu pada bagian tertentu ditempel kaca cermin dan bulunya terbuat dari bahan perasok (semacam serat dari daun tanaman pandan Jawa), ijuk halus.
Pada bagian-bagian tertentu dihiasi bulu burung gagak serta pada bagian janggut terbuat dari rambut manusia. Gigi-giginya yang runcing dilengkapi dengan kumis di bagian mulut yang lebat mengambil contoh dari perpaduan kumis macan, singa dan sapi.
Masing-masing ornamen tersebut melambangkan keberadaan dua sifat dimana antara satu dengan yang lainnya saling bertolak belakang dan selalu ada dalam sifat-sifat alami mahluk hidup penghuni alam semesta. Menurut ajaran Hindu, dua sifat yang saling bertentangan ini dikenal dengan istilah Rwabineda.
Dari terciptanya seni tari langka yang klasik inilah diharapkan para penonton bisa menangkap makna yang terselip di masing-masing pagelaran seni tari tradisional tentang dualisme, dimana kebijaksanaan dharma dari tokoh Barong Ket pastilah selalu menang di dunia ini yang mampu mengalahkan kejahatan (dilukiskan dari tokoh Rangda/raksasa).
Dalam pementasanya, keberadaan Barong Ket dijadikan sebagai simbol kemenangan sedangkan tokoh Rangda adalah pihak yang kalah karena melambangkan sikap-sikap jahat.
Seperti halnya pementasan tari sakral sejenis yaitu Calonarang dimana menggambarkan tentang permusuhan antara Barong Ket dengan Rangda yang berakhir kemenangan pada pihak Barong Ket.
baca juga; drama tari Calonarang >>>>
Penari dalam pementasan Calonarang ini dikenal dengan istilah juru bapang atau juru saluk yang dalam Babad Bali dijelaskan lebih lanjut : seorang penari juru saluk berada di bagian kepala Barong Ket dan yang lainnya di bagian pantat dan ekor dari Barong Ket.
Tarian ini dimainkan dengan diiringi gamelan menyenandungkan lagu Semar Pagulingan menggambarkan mengenai pertarungan besar antara kebajikan (ajaran dharma) dan lawannya yaitu kejahatan (sifat-sifat adharma) merupakan perpaduan sikap selalu berseberangan/berlawanan dimana semua ini bermula pada waktu Tuhan/Sang Hyang Widhi Wasa menciptakan alam semesta beserta isinya.
*dikutif dari berbagai sumber
Leave a Reply