Pulau Dewata Bali selain memiliki keindahan panorama alam yang ditawarkan oleh sejumlah objek wisatanya, juga menawarkan sejumlah keindahan seni yang menjadi daya tarik bagi para wisatawan, seperti misalnya dalam hal seni tari tradisional Bali beberapa yang cukup populer adalah tari Barong dan tari Kecak di Uluwatu. Namun demikian banyak seni tari tradisional lain yang merupakan kesenian rakyat Bali menyuguhkan daya tarik sendiri sebut saja tari Joged Bumbung yang cukup fenomenal di masyarakat ini. Tari Joged Bumbung ini dikenal sebagai tari pergaulan yang bisa dinikmati oleh kalangan dewasa maupun anak-anak.
Tari joged bumbung ini memiliki pesona eksotis, penarinya juga dipilih dari penari wanita yang masih mudah yang dirias menyuguhkan kecantikan dan kemolekan sang penari. Joged bumbung melibatkan penonton dalam pementasan seni tari tradisional tersebut, dengan pilihan sang penari, penonton berhak ikut menari atau “ngibing” dan dikenal dengan pengibing. Sebagai salah satu dari tari pergaulan, pengibing yang dipilih lebih didominasi oleh kaum pria, si pengibing tidak perlu berbakat dalam hal menari, tetapi akan lebih baik memiliki skill sebagai seorang penari, sehingga akan tampil sebuah tontonan yang menarik dan menyegarkan.
Tari Joged Bumbung (bungbung) diiringi oleh alat musik atau gamelan tradisional yang berasal dari bambu (bungbung) san dikenal dengan gamelan rindik, gerak tarian dalam tari tradisional joged bumbung sangat dinamis, tidak memiliki pakem-pakem gerak yang sudah ditentukan seperti tarian tradisional lainnya, sehingga sang penari atau pengiring tabuh bisa dengan leluasa berinovasi menciptakan berbagai gerak tari, penarinya bebas mengambil gerak tari dari tarian-tarian tertentu, bahkan terkadang mengambil gerak tari jaipongan dan dangdut, menonjolkan adalah kelincahan gerak, tarian bertema gembira yang bisa menarik menarik perhatian penonton.
Fenomena Tari Joged Bumbung di Bali
Kebebasan berekspresi dan berinovasi menciptakan gerak tari sendiri tanpa pakem atau gerak yang mengikat, membuat banyak penari ataupun sekaa (kelompok group tari) yang menaungi tarian tradisional tersebut kebablasan tidak terkontrol dan cenderung keluar dari jati dirinya. Pesona cantik dan eksotis sang penari, sekarang ini juga diikuti dengan gerak tari yang erotis juga sehingga terkesan porno dan tidak beretika. Penari berparas cantik dan pengibing pria yang suka nakal, menimbulkan kerancuan, sehingga unsur sensual dan porno tersebut memang cukup melekat dengan tari tradisional Joged Bumbung tersebut. Sebuah pementasan seni tradisional Bali seharusnya mengedepankan unsur estetika, etika dan logika, tetapi dalam tari joged bumbung sekarang ini mulai melenceng, lebih menonjolkan unsur-unsur porno dan goyangnya yang syur.
Dalam gerak tari pada tarian tradisional joged Bumbung tersebut, tentu ada gerakan ngegol pada pinggang sang penari, yang biasanya gerakan ngegol ke kiri dan ke kanan, kini malah ke depan dan ke belakang. Bahkan terkadang sangat keterlaluan dan berlebihan, sampai memperlihatkan hal-hal yang tidak pantas. Tapi begitulah faktanya kesenian tradisional rakyat Bali ini malah lebih berkembang dengan kondisinya sekarang ini yang menonjolkan erotisme, masyarakat terkesan tutup mata dengan hal ini, malahan ikut menikmatinya, bahkan celakanya di sana ada anak-anak di bawah umur yang ikut serta dalam menonton pementasan tari tradisional tersebut.
Jika kita surfing ke dunia maya dengan pencarian “tari joged bumbung” atau “tari joged bungbung” banyak sekaa tari yang menghadirkan tarian tradisional seronok terkesan hot, vulgar dengan gerakan erotis, sebuah tontonan tari tradisional Bali yang tidak masuk akal dan terbilang kelewat batas, terlalu berani dan itu dilakukan di depan umum. Perkembangan media informasi yang semakin berkembang pesat informasi keerotisan dan dan pertunjukan porno tersebut sangat mudah untuk dinikmati oleh semua orang tanpa batas, bahkan anak-anak di bawah umur yang hanya berdiam diri di rumah bisa menyaksikan dengan leluasa dari gadget mereka dengan leluasa.
Fenomena sosial tersebut memang harus cepat diatasi, baik melibatkan tetua desa, sekaa tari, pemerintah daerah tentunya juga masyarakat yang lebih banyak untuk memegang peranan penting agar tari tradisional Bali ini tidak kebablasan, Karena efek yang lebih besar akan terjadi pada perkembangan moral pada generasi penerus kita, termasuk juga image dari Pulau Dewata Bali tersebut harus dijaga. Tarian ini memang cukup fenomenal sekarang ini. Harus ada sanksi akan pementasan tari joged bumbung tersebut jika melanggar etika dan kesopanan, baik itu dari sekaa tari dan juga orang atau instansi penyelenggara tarian tersebut. Sanksi sosial terasa cukup penting, sehingga ada efek rasa malu dari penari dan penyelenggara.
Namun demikian, tidak semua sekaa tari tradisional joged Bumbung di Bali seperti itu, banyak sekaa tari juga yang tetap mengedepankan kaidah-kaidah seni dalam menari yang tetap menampilkan etika dan estetika seni. Yang menjadi peran penting dalam pementasan tarian tradisional tersebut tentunya adalah dari pihak penyelenggara pementasan, apakah mereka ingin sewa tari yang mengusung etika atau pertunjukan porno. Pementasan tari joged Bumbung tersebut selalu dipentaskan di setiap acara pada Pementasan Kesenian Bali (PKB) di taman budaya Art Centre, anda bisa menyaksikan pementasan seni yang berkualitas dan mengusung kaidah seni dan etika di sini. Pertunjukan tari joged bumbung yang dipentaskan di PKB ini bisa meluruskan kembali tarian yang awalnya menyimpang.
Sejarah Tari Joged Bumbung di Bali
Asal muasal dari kesenian rakyat tari Jogeg Bumbung tersebut, ketika para petani sedang beristirahat dan melepas lelah setelah seharian beraktivitas, para petani dari desa Kalopaksa, Seririt di Buleleng ini memainkan gamelan rindik yang berasal dari bambu utuh (bumbung) yang panjang setiap ruasnya berbeda, sehingga mengeluarkan intonasi berbeda pula dan menghasilkan suara merdu, kemudian dibarengi oleh seorang penari yang menyesuaikan gerak tarinya sesuai gamelan pengiringnya. Kemudian inilah berkembang menjadi joged Bumbung.
Sebagai tari pergaulan dan partisifatif, pihak penonton yang dilibatkan sebagai pengibing dari kaum pria, tentu ada beberapa yang nakal terhadap si penari, disinilah profesionalisme dan ketangkasan penari di uji, penari harus bisa mengatasi pengibing nakal, dan menunjukkan gerak agar si pengibing tidak melakukan lagi dengan cara santun dan sopan pula tanpa menghilangkan unsur seni yang dipentaskan.
Leave a Reply