Tradisi megebeg-gebegan

Di pulau Dewata Bali banyak budaya dan tradisi yang digelar dalam rentetan perayaan hari Raya Nyepi, beberapa diantaranya adalah Omed-omedan, Mebuug-buugan, pawai ogoh-ogoh, Ngoncang, Mejuk-jukan, Megoak-goakan, Mbed-mbedan dan tradisi Megebeg-gebegan.

Berbagai budaya dan tradisi unik tersebutpun digelar biasanya berhubungan dengan ritual agama Hindu di Bali, yang merupakan warisan leluhur dan bertahan sampai saat ini.

Berbagai tradisi tersebut seolah menjadi daya tarik pulau Bali yang mana masyarakatnya masih bertahan dengan tradisi kuno yang diwariskan sehingga menjadi atraksi unik yang bisa disaksikan oleh wisatawan yang liburan di Bali.

Salah satu tradisi yang berhubungan dengan ritual agama Hindu adalah Megebeg-gebegan, ini adalah tradisi di Desa Pekraman Dharma Jati, Tukad Mungga, Buleleng. Yang mana pada saat tradisi tersebut digelar para Sekee Teruna (pemuda desa) akan memperebutkan kepala godel (kepala anak sapi).

Kepala godel tersebut sendiri merupakan sarana dalam menggelar upacara persembahan (sesajian) saat prosesi atau ritual mecaru yang bertepatan saat hari Pengrupukan atau sehari sebelum Hari Raya Nyepi, jadi tradisi Megebeg-gebegan digelar setahun sekali.

Tawur agung dan Tradisi Megebeg-gebegan di Buleleng

Saat tradisi Megebeg-gebegan digelar di catus pata agung (perempatan) Desa Pekraman Dharma Jati, Tukad Mungga, Buleleng, beberapa jalanan yang melewati catus pata akan ditutup demi berjalannya tradisi dengan lancar.

Penduduk Desa pun akan berbondong-bondong ke tempat digelarnya Tradisi Megebeg-gebegan. Tradisi ini diawali dengan menggelar upacara Bhuta Yadnya atau Tawur Kesanga di catus pata (perempatan) desa.

Upacara Bhuta Yadnya ini berupa pecaruan tawur agung Kesanga (sehari sebelum Nyepi), tujuan dari menggelar upacara Bhuta yadnya tersebut untuk menyeimbangkan bhuana agung dan bhuana alit agar selalu tetap harmonis.

baca juga: Hari Raya Nyepi >>>>

Pecaruan ini menggunakan godel (anak sapi) yang mana anak sapi tersebut dikuliti menyisakan kulit sapi, bagian kaki dan kepala godel sebagai sarana upacara yang dikenal sebagai “bayang-bayang” sedangkan berapa bagian daging anak sapi tersebut dibuat olahan untuk perlengkapan upacara Tawur Agung tersebut.

Setelah rangkaian upacara Tawur Agung tersebut selesai, maka para pemuda desa mulai berebut untuk mendapatkan kepala godel (anak sapi) tersebut, terlihat begitu unik dan menarik.

Setelah ada aba-aba dari Jero Mangku warga yang terdiri 4 banjar mulai memperebutkan “bayang-bayang” tersebut, mereka berebutan dan bergembira, tidak ada rasa permusuhan.

Menurut penduduk setempat caru yang menggunakan godel, sebagai simbolis dari bhuta kala dan nantinya akan menjadi target rebutan para pengayah yang terdiri dari teruna teruni desa pekraman tersebut.

Anak sapi atau godel yang digunakan dalam caru dan Tradisi Megebeg-gebegan bisa berjenis kelamin jantan ataupun betina. Selain itu ada pula aturan dalam memilih godel untuk pecaruan yang mana tidak boleh dalam keadaan buruk, seperti mati karena terserang penyakit ataupun mati karena cacat.

baca disini: budaya dan tradisi unik di Bali >>>>

Penggunaan godel (anak sapi) pada pecaruan dan Tradisi Megebeg-gebegan di Buleleng ini sebenarnya memiliki sejarah mendalam yang membuat penduduk Desa mewajibkan tradisi tersebut untuk di gelar tiap tahunnya.

Konon dulu, salah satu desa yang ada di Buleleng bernama desa Dharma Jati tertimpa masalah serius yang membuat warga sangat resah. keresahan warga timbul, karena masalah dengan kondisi ekonomi dan kesehatan warga disana mulai tak terjamin, mereka takut kondisi yang dialami desa itu semakin parah.

Ada sejumlah kejadian yang membuat warga resah, seperti kejadian ketika tukad Mungga yang awalnya airnya tenang, tetapi tiba-tiba air sungai tersebut naik ke atas permukaan hingga menyentuh daratan.

Hal tersebut membuat warga takut, mereka takut air sungai tersebut naik hingga mengganggu pemukiman yang berada di dekat sungai Mungga. Selain itu juga banyak hama atau merana seperti wereng dan tikus yang menyerang tanaman padi yang dimiliki warga setempat. Dengan demikian membuat petani gagal panen.

Caru godel dalam tradisi Megebeg-gebegan

Kejadian tersebut membuat warga menjadi bingung, bagaimana cara mengatasi masalah yang menimpa desanya. Merekapun mencoba untuk menanyakannya kepada sesepuh atau tetua yang ada di desa tersebut.

Setelah mereka menceritakan masalah yang menimpa Desa Dharma Jati, Sesepuh tersebut pun mencari petunjuk agar masalah air sungai meluap dan tanaman padi yang terserang hama segera dapat dihentikan. Akhirnya para sesepuh mendapatkan pewisik atau petunjuk dalam mengatasi permasalahan tersebut.

baca juga: fakta unik di Bali yang jarang diketahui orang >>>>

Dalam petunjuk atau pawisik yang didapat bahwa di Desa tersebut harus dilaksanakan pecaruan yang jatuh pada sasih Kesanga dengan mengunakan godel (anak sapi) yang dijadikan simbol bhuta kala.

Penduduk desa sangat berharap agar apa yang sesepuh perintahkan kepada mereka dapat membuat keadaan desa kembali seperti semula. Mereka pun mencoba untuk pertama kalinya menggelar pecaruan menggunakan godel (anak sapi) pada saat sehari sebelum nyepi yang jatuh pada hari raya Pengerupukan.

Dan prosesi di lanjutkan dengan memperebutkan kepala anak sapi tersebut oleh warga desa, lalu setelah itu lambat laun kondisi Desa Dharma Jati semakin membaik.

Maka sampai saat ini, pada saat melaksanakan pecaruan di catus pata, nantinya setelah ritual tersebut selesai akan dilanjutkan dengan menggelar tradisi Megebeg-gebegan, para pemuda desa sangat antusias untuk mengikutinya, seperti tidak sabar ingin segera melangsungkan tradisi ini dengan semangat.

Mereka sangat menikmati tradisi Megebeg-gebegan tersebut, tidak ada sanksi bagi mereka yang tidak ikut. Bagi para pengayah atau peserta yang sedang melangsungkan tradisi ini sangat dilarang jika memiliki perasaan dendam pribadi terhadap sesama pengayah, seperti ada dendam pribadi yang dimanfaatkan saat tradisi tersebut digelar.

Dengan Megebeg-gebegan diharapkan bisa lebih mempersatukan masyarakat desa dan mereka bisa saling mengenal. Jika anda kebetulan ada di kawasan pariwisata Bali Utara atau di wilayah Buleleng, bisa berkunjung dan menyaksikan tradisi unik dari dekat.

baca juga: adat dan kebiasaan orang Bali >>>>

Tradisi Megebeg-gebegan tersebut tidak hanya diikuti oleh sekee teruna tetapi juga oleh para orang tua. Mereka yang mendapatkan dan berhasil membawa kepala anak sapi (bayang-bayang) tersebut, berhak membawa pulang ke rumah mereka yang nantinya bisa disantap bersama dengan keluarga.

Oleh para seniman tradisi Megebeg-gebegan tersebut juga sempat dipentaskan saat Pesta Kesenian Bali di Taman Budaya Art Center Denpasar, pementasan tersebut dikemas dalam drama pendek yang dituangkan dalam sebuah cerita yang sanggup memukau penonton.

*  dikutip dari berbagai sumber.

Tersedia sewa mobil di Bali, sewa bus pariwisata, sewa tour guide berikut paket tour lengkap mulai dari tour setengah hari sampai 6 hari tour. Layanan wisata lainnya juga tersedia seperti rekreasi rafting di Ayung Ubud, cay cruise, wisata kapal selam Odyssey Submarine Bali dan juga watersport di Tanjung Benoa. Layanan kapal cepat atau fast boat juga tersedia seperti speed boat ke Nusa Lembongan, Nusa Penida dan fast boat ke Gili Trawangan Lombok dengan harga tiket lebih murah.




Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top