Kabupaten Buleleng yang merupakan wilayah Bali Utara, selain menawarkan keindahan alam pegunungan yang juga menyajikan keindahan alam air terjun, juga beberapa bagian wilayahnya memiliki areal persawahan yang cukup luas, untuk mengolah hasil panen dari padi menjadi beras, sebelum mengenal modernisasi, maka warga mengolahnya dengan cara-cara sederhana dengan bahan atau alat yang ada pada alam, dari proses tersebut maka dikenalah sebuah tradisi yang dikenal dengan tradisi Ngoncang, cukup menarik dan unik memang tradisi ini, sebuah kebiasaan yang jarang bisa anda temukan, namun masih saja ada yang menjaga budaya warisan leluhur tersebut sehingga lestari sampai saat ini.
Ngoncang adalah sebuah tradisi menumbuk padi di kabupaten buleleng dengan menggunakan media elu yang terbuat dari batang kayu berbentuk bulat dan memanjang dan lesung atau ketungan. Dua alat tradisional inilah yang biasanya digunakan warga untuk proses pengolahan padi menjadi beras, dilakukan oleh kelompok. Elu tersebut dipukul/ditumbukan ke dalam ketungan, sehingga menghasilkan bunyi yang unik juga. Namun lambat laun perkembangan alat-alat modernisasi, seperti adanya penggilingan beras, maka alat-alat konvensional seperti elu dan ketungan mulai ditinggalkan oleh warga. Dan tradisi Ngoncang inipun terancam punah.
pict: http://www.gunturfm.com
Apalagi sekarang, areal persawahan memang juga jarang bisa ditemukan, karena maraknya pembangunan, baik itu untuk perumahan ataupun keperluan lainnya. Bahkan di sejumlah tempat di Bali, pabrik penggilingan beras banyak yang tutup juga, karena sudah terbatasnya lahan dan ada alat yang lebih canggih lagi, motor penggilingan beras bisa datang langsung ke lokasi-lokasi panen padi. Nah tidak mengherankan tradisi Ngoncang atau menumbuk padi yang dulu sempat populer di wilayah Buleleng, atau bahkan di daerah Bali lainnya yang mungkin dikenal dengan istilah lainnya ini sudah jarang bisa ditemukan lagi keberadaannya.
Walaupun sudah hampir lenyap, tradisi yang berasal dari Singaraja ini, ternyata bisa kita dapat temukan di Banjar pekraman Paketan, keluruhan Paket Agung, Singaraja, Kabupaten Buleleng. Banjar Paketan adalah satu-satunya banjar yang ada di Singaraja yang mana masih melestarikan Tradisi Ngoncang. Tradisi inipun digelar dan dilaksanakan saat upacara agama tertentu, seperti saat menyambut perayaan hari raya Nyepi, saat hari otonan anak atau saat munculnya peristiwa alam, untuk langkah pelestarian warisan budaya leluhur ini juga diadakan lomba, sehingga menjadi sebuah hiburan dan bahkan bisa menjadi daya tarik wisata.
baca juga: macam-macam budaya dan tradisi unik di Bali >>>>
Yang cukup menarik lagi, tradisi Ngoncang tersebut, digunakan juga saat ada upacara Pitra Yadnya yaitu pada upacara Ngaben. Ngaben adalah ritual yang harus dilakukan oleh umat hindu pada saat mengalami kematian. Selain itu upacara Ngaben ini sangat disakralkan oleh umat hindu, karena jika salah dalam kegiatannya bisa berakibat fatal. Dalam upacara Ngaben, Tradisi Ngoncang ini disisipkan pada saat pemandian mayat dan menghantarkan mayat ke tempat peristirahatannya yang terakhir yaitu kuburan. Berbarengan dengan proses itu, maka para peserta yang sudah ditugaskan untuk menjadi pengayah tradisi Ngoncang ini akan bersiap-siap dan segera memukul kentungan dengan elu.
Menurut mereka Tradisi Ngoncang ini disisipkan pada upacara ngaben dengan tujuan sebagai sarana komunikasi kepada roh-roh leluhur mereka. Walaupun tidak ada dalam awig-awig atau aturan tertulis, para pengayah secara spontan memukul ketungan dengan cara bergantian hingga menghasilkan irama yang indah dan harmonis. Selain itu, mereka menganggap, bahwa setiap nada dan irama yang dihasilkan dalam alunan alu yang dipukul itu memiliki makna yang sakral. Dalam memainkan tradisi ini, para pengayah yang seluruhnya diikuti oleh kaum wanita ini menggunakan pakaian adat ke pura dengan kain di kepala. Biasanya peserta akan menggunakan pakaian dengan warna yang serempak.
baca di sini: objek wisata di Kabupaten Buleleng >>>>
Menurut penduduk setempat, Tradisi Ngoncang juga pernah dilaksanakan pada saat gerhana bulan. Menurut cerita para leluhur, dulu dipercayai ada satu raksasa yang dikenal dengan raksasa Kalarau. Konon, pada saat terjadi gerhana bulan, raksasa tersebut memakan bulan sehingga menimbulkan gerhana bulan, untuk mengurungkan niat raksasa tersebut, maka penduduk desa segera menggelar Tradisi Ngoncang ini, yang mereka percayai, dengan mengeluarkan alunan nada, maka raksasa tersebut dapat mengurungkan aksinya.
Peserta dari Tradisi Ngoncang ini dalam sejarahnya dilakukan hanya para wanita yang bisa menggunakan elu dan ketungan untuk mengubah padi menjadi beras. Namun sekarang tradisi Ngoncang ini dilakukan juga oleh kaum pria, dilakukan secara berkelompok dalam kegiatan adat yang terdiri dari 6-8 orang. Saat memukulkan elu pada ketungan, mereka melakukan secara bergantian sesuai dengan aturan, sehingga kebersamaan mereka dalam melakukan ketukan tersebut, timbul irama yang unik dan menarik. Sehingga tradisi Ngoncang inipun bisa diartikan kebersamaan dan keharmonisan yang merujuk konsep Tri Hita Karana.
Leave a Reply