Kabupaten Bangli memiliki sejumlah wilayah pedesaan Bali Kuno atau Bali Aga yang merupakan penduduk Bali asli. Warga desa Bali Aga biasanya memiliki sejumlah budaya dan tradisi unik yang tidak dimiliki oleh masyarakat Bali pada umumnya. Dan salah satunya adalah desa Pengotan, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, memiliki sebuah tradisi unik yaitu nikah massal. Bali secara umum tentu dalam acara pernikahan mereka melangsungkan acara tersebut sendiri-sendiri atau pribadi, berbeda halnya dengan upacara adat lainnya seperti upacara Ngaben massal ataupun upacara Potong Gigi massal, mungkin itu sudah lumrah.
foto via: @ Pengotan
Mungkin terdengar aneh, karena biasanya masyarakat awam, hanya menyaksikan pernikahan yang dilakukan dengan sepasang mempelai yang terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Namun di Kabupaten Bangli, khususnya di Desa Pengotan mereka memang sudah memiliki dan menjalankan Tradisi Nikah Massal ini sejak tiga abad yang lalu. Jika dilihat dari kata massalnya, memang pernikahan ini dilakukan secara massal, yang mana peserta dari nikah massal bisa mencapai puluhan orang dari penduduk asli Desa Pengotan yang bergabung didalamnya, jumlah pasangan juga tidak tentu tergantung mereka yang menikah pada saat itu.
Tradisi Unik Nganten (Pernikahan) Massal di Bangli – Bali
Peserta atau mempelai dari pernikahan massal harus berasal dari Desa Pengotan, Kabupaten Bangli – Bali, dan itu wajib hukumnya, tidak hanya oleh warga laki-laki yang memperistri seorang wanita melakukan prosesi pernikahan massal tersebut, tetapi juga warga desa perempuan yang nikah keluar desa, ia harus siap mengikuti tradisi Pernikahan Massal ini dulu, baru nantinya bisa kembali melanjutkan upacara pernikahan di rumah mempelai laki-laki.
Karena menurut pengelingsir di Desa Pengotan, Tradisi Pernikahan Massal ini memang tradisi yang sakral dan harus dilakukan jika dalam pernikahan ada yang menjadikan istri atau pun suami yang berasal dari penduduk Desa Pengotan. Menurut beliau, jika dalam pernikahannya tidak mengikuti Tradisi Pernikahan Massal ini, akan dianggap tidak sah secara adat dan selain itu, para mempelai setelah menikah, mereka akan dilarang untuk melakukan persembahyangan, saat ada upacara pujawali di Bale Agung yang ada di Desa Pemogan.
Nganten (nikah) massal ini memang lebih banyak diikuti oleh pasangan yang baru melakukan pernikahan, bisa juga dilakukan oleh warga yang sudah bercerai pada pernikahan sebelumnya. Bisa juga berlaku bagi mereka yang sudah berkeluarga, tetapi tentunya harus mendapatkan ijin terlebih dahulu dari istri pertamanya, dengan sejumlah keterangan, seperti ijin diberikan oleh pihak istri karena tidak memiliki anak, atau ijin karena tidak memiliki anak laki-laki (pewaris), persyaratan tersebut harus dilengkapi oleh warga dan jika melanggar akan dikenakan sanksi adat.
Selain itu, untuk penduduk Desa Pengotan yang mengalami hamil di luar nikah akan dikenakan sanksi, yang mana sanksi tersebut lumrah dikenal dengan sanksi “adat Kesipat” yang mengharuskan, bagi pelanggar awig-awignya untuk membayar uang tiap bulannya. Uang denda ini akan selesai dibayar jika yang hamil tersebut memutuskan untuk segera melakukan pernikahan massal yang mana tradisi Pernikahan Massal tersebut digelar dua kali dalam setahun sesuai dengan kalender Isaka yaitu setiap sasih Kapat (Agustus – September) dan Kedasa (Maret – April).
Jadi upacara pernikahan atau Nganten di desa Pengotan, Bangli ini wajib dilakukan secara massal, bukan karena untuk menekan biaya saja tetapi ini adalah warisan budaya leluhur yang harus dijaga lestari, karena jika mereka ingin melakukan acara pernikahan secara pribadi akan dianggap tidak sah oleh warga desa adat Pengotan. Ini adalah budaya dan kearifan lokal yang wajib dijaga, selain keunikan tradisi yang bisa memperkaya keunikan budaya Bali sebagai tujuan wisata menarik bagi wisatawan, tetapi juga biaya yang dihabiskan juga bisa lebih hemat.
Prosesi Nikah Masaal di desa Pengotan Bangli – Bali
Para peserta yang akan mengikuti Tradisi Pernikahan Massal ini akan diawali dengan proses mekruna atau meminang. Prosesi Meminang ini dilakukan tiga hari sebelum Tradisi ini digelar, yang mana pihak keluarga pria akan berkunjung ke rumah keluarga wanita yang akan dipinangnya. Setelah itu akan dilanjutkan dengan ngaturin atau memberi basih kaputan kepada jero peduluan dan prajuru adat yang mana pemberian base tersebut digunakan sebagai simbol pemberitahuan bahwa mereka akan menikah.
Setelah beberapa hari dari pemberian base tersebut, tepat pada hari H nya akan diadakan sangkep nganten yang mana membahas siapa saja yang ikut dalam Tradisi Pernikahan Massal nantinya. Setelah itu warga desa akan menyiapkan sarana upakara sebagai penunjang Tradisi tersebut dan mereka akan nampah (menyembelih) satu ekor sapi yang dibelinya dari uang turunan peserta yang akan menikah. Lalu masing-masing peserta akan membawa nasi putih yang sudah matang atau biasanya lebih akrab dikenal dengan sari Kresna sebanyak empat rontong.
Setelah semua siap, Para mempelai akan baris untuk masuk jaba selatan Pura Penataran Agung secara berjejeran, dengan dilengkapi menggunakan pakaian khas pernikahan adat Bali. Setelah berada di jaba pura, para mempelai melakukan pebersihan terlebih dahulu atau biasa disebut dengan pengelukatan diri. Pengelukatan pun selesai dan akan dilanjutkan dengan para mempelai untuk masuk ke jeroan pura yang nantinya suami istri tersebut akan duduk secara berpisahan yang mana bale di selatan akan ditempati oleh mempelai laki dan utara akan menempati sebelah utaranya.
Pada saat mereka duduk di bale nganten masing-masing, mereka akan disuguhkan dengan sirih yang nantinya harus mereka makan. Tujuan makan sirih ini adalah untuk mengingatkan bahwa mereka telah menginjak usia tua dan dengan segera menjadi bagian krama desa. Setelah itu, akan dilanjutkan dengan pamit di bale agung, lalu dilanjutkan dengan menunaikan damar kurung dengan tujuan untuk memohon doa restu agar nantinya setelah mereka sah menjadi suami istri dan membangun rumah tangga agar berjalan dengan langgeng.
Setelah pamit, mereka akan melanjutkannya ke rumah masing-masing dan selama 3 hari, para mempelai harus melakukan brata yang mana tidak boleh lewat jalan adat. Kemudian, akan dilanjutkan dengan membawa tipat bantal dari mempelai laki-laki menuju mempelai wanita. pemberian tipat bantal ini menunjukan bahwa prosesi pernikahan pun sudah selesai. Sebenarnya tujuan dari Tradisi Pernikahan Massal ini, untuk meringankan beban masyarakat yang akan menikah.
* Dirangkum dari berbagai sumber.
Leave a Reply